BAB I
PENDAHULUAN
Kemajuan kebudayaan islam pada masa Daulah Abbasiyah
sering dianggap sebagai sebuah nostalgia untuk umat islam, yang tidak akan
terwujud lagi dizaman sekarang. Kemajuan baik dalam segala bidang, sekarang
dimiliki oleh Barat, dan dengan berbagai upaya Barat tetap mempertahanksn. Namun,
tentu tidak akan menjadi nostalgia
ketika faktor-faktor penyebab Daulah Abbasiyah mencapai kejayaan tersebut juga sedikit-demi sedikit kembali dipegang dan dimiliki lagi oleh umat
islam. Dibalik kemajuan yang sekarang dimiliki oleh Barat, sungguh tidak dapat
dipungkiri kontribusi umat islam yang sangat besar untuk mewujudkannya, walaupun sekarang terkadang
dikaburkan kalau tidak boleh dikatakan dihilangkan kontribusi tersebut. Supaya
seolah-olah kemajuan kebudayaan Barat adalah dengan diri sendiri, tidak ada
sumbangsih dari kebudayaan/peradaban
Islam.
Membangkitkan kepercayaan umat Islam akan potensi dan kekuatan diri sendiri
itu merupakan upaya tersendiri. Salah satu caranya tiada lain melalui pembacaan
sejarah kembali tentang masa-masa kemajuan kebudayaan islam tersebut. Oleh
karena itu kami mencoba menarik dan menggali kembali kemajuan-kemajuan
peradaban islam itu dalam tulisan ini. Agar nantinya bisa diambil hikah serta
semangatnya oleh para pembaca sekalian.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Berdirinya
Bani Abbasiyah
Berdirinya dinasti abbasiyah tak bisa dilepaskan
dari muncuknya berbagai masalah di periode-periode akhir dinasti ummayah.
Masalah masalah tersebut kemudian bertemu dengan masalah yang lain yang
memiliki keterkaitan. Ketidak puasan di sana-sini yang ditampakkan lewat
berbagai macam pemberontakanjelas menjadi pekerjaan rumah yang serius bagi
kelangsungan hidup bani ummayah, yang kemudian menjadi momentum yang tepat
untuk menjatuhkan dinasti ummayah yang dimotori oleh abu al-abbas al-saffah.[1]
Pada saat yang sama pula banyak ketidak puasan akan
pemerintahan yang dibawa oleh para khalifah bani ummayah, kemudian muncullah
gerakan propaganda untuk menjatuhkan daulah bani ummayah dari kekuasan. Gerakan
yang digalang keluarga al-abbas ini awalnya bersifat rahasia kemudian berlanjut secar terang-terangan,
setelah dirasa mempunyai kekuatan dan dukungan dari rakyat. Setelah perjuangan
bani abbas menuju tampuk kekuasaan dan tidak ditutup-tutupi lagi, terjadilah pertempuran
antara abu muslim dari bani abbasiyah menggempur khalifah marwan dari daulah
bani ummayah, yang kemudian ditandai dengan terbunuhnya khalifah marwan di
mesir. Dengan demikian berakhirlah riwayat dinasti ummayah dan lahirlah dinasti
abbasiyah.[2]
Pada masa ini peradaban islam mengalami banyak
kemajuan. Hal itu ditandai dengan dengan ilmu pengetahuan , yang diawali dengan
penerjemahan naskah-naskah asing terutama yang berbahasa yunani kedalam bahasa
arab, pendirian pusat pengembangan ilmu dan pengetahuan dan keagamaan sebagai
buah dari kebebasan berpikir. Imperium kedua dalam di dunia islam yang
menggantikan daulah ummayah ini ini setelah terjadi revolusi sosial yang
dipelopori oleh para keturunan bani abbas yang tak luput oleh dukungan golongan
oposisi terhadap bani ummayah seperti kaum syiah, khawarij, qadariyah, mawali,
dan suku arab bagian selatan.
Kemajuan peradaban abbasiyah sebagiannya disebabkan
oleh stabilitas politik dan kemakmuran ekonomi kerajaan ini. Pusat kekuasaan
abbasiyah berada di baghdad. Daerah ini bertumpu pada pertanian dengan sistem
kanan dan irigasi di sungai eufrat dan tigris yang mengalir sampai teluk
persia. Perdangan juga menjadi tumpuan kehidupan masyarakat baghhdad yang
menjadi kota transit perdangan antar wilayah timur seperti persia, india, china
dan nusantara.[3]
Dan pada masa ini masyarakat islam juga mengalami kemajuan ilmu pengetahuan
yang sangat pesat.
B. Kemajuan-Kemajuan Kebudayaan Islam Pada Masa Abbasiyah
Sejarah telah mengukir bahwa pada masa dinasti
abbasiyah, umat islam benar-benar berada di puncak kejayaan dan memimpin
peradaban dunia pada saat itu. Masa pemerintahan ini merupakan golden age dalam
perjalanan sejarah peradaban islam terutama pada masa khalifah harun al-rasyid
dan khalifah al-makmun. Umat islam sesungguhnya telah banyak dipacu untuk
mengembangkan dan memberikan inovasi serta kreativitas dalam upaya membawa umat
kepada keutuhan dan kesempurnaan hidup. Dari perjalanan dan rentang sejarah,
ternyata pergantian dinasti ummayah kepada dinasti abbasiyah tidak hanya
pergantian kepemimpinan. Lebih dari itu, pergantian tersebut telah menorehkan
wajah dunia islam dalam refleksi pengembangan wawasan dan disiplin ilmu
pengetahuan.[4]
Dimana peningkatan itu sempat menjadi kiblat bagi perkembangan keilmuan dunia
pada saat itu.
1.
Kemajuan Di Bidang Keagamaan
Ilmu pengetahuan agama telah berkembang pada msa
daulah bani ummayah. Namun pada masa dinasti abbasiyah, ia mengalami
perkembangan dan kemajuan yang luar
biasa. Masa ini melahirkan ulama-ulama besar vternama dan karya-karya agung
dalam berbagai bidangimu agama. Misalnya dalam bidang ilmu tafsir, ilmu hadits,
ilm kalam, dan ilmu fiqih.[5]
a.
Ilmu Tafsir
Pada masa abbasiyah ini, ilmu tafsir mengakami
perkembangan yang sangat pesat dengan dilakukannya penafsiran secara sistematis
, berangkai dan menyeluruh serta terpisah dari hadis. Dan pada masa ini pula
muncul beberapa lairan dengan tafsirnya masing-masing, seperti ahlusunnah,
syi’ah, dan mu’tazilah.
Ahli tafsir yang terkenal pada bidang tafsir bi al
ma’tsur masa ini adalah al subhi (w. 127 H), muqatil bin sulaiman (w. 150 H).
sedangkan dari tafsir bi al ra’yi yang sebagian dipelopori oleh golongan
mu’tazilah adalah abu bakar al ‘asham (w. 240 H) dan ibnu jarwi al’asadi (w.
387 H).
b.
Ilmu Hadis
Pada
masa daulah bani abbasiyah, kegiatan dalam bidang pengkodifikasian hadis
dilakukan pula dengan giat sebagai nkelanjutan dari usaha para ulama
sebelumnya. Perlu diketahui bahwa pengkodifikasian hadis sebelum masa abbasiyah
dilakukan tanpa mengadakan penyaringan, sehingga bercampur antara hadis nabi
saw. Dan yang bukan nabi saw.. berkenaan dengan kaeutamaan hadis sebagai sumber
kedua setelah al quran, maka para ulama islam pada masa abbasiyah ini berusaha
semaksimal mungkin menyaring hadist-hadist rasululah agar diterima sebagai
sumber hukum.
Para
ulama hadis yang terkenal pada masa ini adalah imam bukhari (w. 256 H), dengan
bukunya shahih bukhari. Kemudian abu muslim al jajjaj (w. 261 H) berasal dari
nisabur dengan karyanya shahih muslim. Kemudian ibnu majah (w. 273 H), abu dawud
(w. 275 H), al turmudzi (w. 279 H) dan an nasa’I (w. 303 H). karya-karya mereka
dikenal dengan nama al kutubu al sittah.[6]
c.
Ilmu Kalam
Pada masa ini muncul ulama-ulama besar di bidang
ilmu kalam, baik dari kalangan mu’tazilah maupun ahlusunnah waljama’ah. Dari
kalangan mu’tazilah dikenal antara lain abu huzail al allaf (w. 235 H), al
junnaj (w. 290 H0, al jahiz (w. 255 H), al nizam (w. 231 H). sedangkan dari
golongan ahlusunnah wal jama’ah ada al asy’ari (w. 234 H), al baqillani (w. 497
H), al ghazali (w. 505 H) dan al maturudi (w. 333 H). Pengembangan ilmu kalam
pada masa ini mempunyai peran yan cukup besar yaitu dalam menjaga akidah islam
dengan menggunakan argumentasi manthiq dan filosofi rasional.
d.
Ilmu Fiqih
Diantara kebanggaan
zaman pemerintahan daulah bani abbasiyah adalah terdaptnya empat imam
madzhab yang ulung ketika itu. Yang mereka itu adalah, imam syafi’I, imam
malik, imam abu hanifah, dan imam ahmad bin hambal. Keempat imam madzhab
tersebut dengan karya-karya mereka merupakan para ulama fikih yang paling agung
dan tiada bandingannya di dunia islam waktu itu.
2.
Kemajuan Ilmu-Ilmu Umum
Pada masa
pemerintahan daulah Abbasiyah mengalami kemajuan dalam bidang pengetahuan dan
teknologi. Hal ini disebabkan para khalifah memfokuskan pada pengembangan pengetahuan
dan teknologi. Mereka menterjemahkan berbagai karya-karya baik dari bahasa
Yunani, Persia, dan lain-lain. Kemajuan bidang pengetahuan dan teknologi yang
telah dicapai meliputi:
·
Geometri,
perhatian cendekiawan muslim terhadap geometri dibuktikan oleh karya-karya
matematika. Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi telah menciptakan ilmu Aljabar.
Kata al-Jabar berasal dari judul bukunya, al-Jabr wa al-Muqoibah. Ahli geometri
muslim lain abad itu ialah Kamaluddin ibn Yunus, Abdul Malik asy-Syirazi yang
telah menulis sebuah risalah tentang Conics karya Apollonius dan Muhammad ibnul
Husain menulis sebuah risalah tentang “Kompas yang sempurna dengan memakai
semua bentuk kerucut yang dapat digambar”. Juga al-Hasan al-Marrakusy telah
menulis tentang geometri dan gromonics.
·
Trigonometri,
pengantar kepada risalah astronomi dari Jabir ibnu Aflah dari Seville, ditulis
oleh Islah al-Majisti pada pertengahan abad, berisi tentang teori-teori
trigonometrikal. Dalam bidang astronomi terkenal nama al-Fazari sebagai
astronom Islam yang pertama kali menyusun astrolobe. Al-Fargani yang dikenal di
Eropa dengan nama al-Faragnus menulis ringkasan ilmu astronomi yang telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard Cremona dan Johannes
Hispalensis.
·
Geografi,
al-Mas’udi ahli dalam ilmu geografi diantara karyanya adalah Muuruj al-Zahab wa
Ma’aadzin al-Jawahir.
·
Antidote
(penawar racun), ibnu Sarabi menulis sebuah risalah elemen kimia penangkal
racun dalam versi Hebrew dan Latin. Penerjemahan dalam bahasa Latin (mungkin
suatu adaptasi atau pembesaran) terbukti menjadi lebih populer dan lebih
berpengaruh daripada karya aslinya dalam bahasa Arab.
·
Di bidang
kimia terkenal nama Jabir ibn Hayyan. Dia berpendapat bahwa logam seperti
timah, besi dan tembaga dapat diubah menjadi emas atau perak dengan mencampurkan
sesuatu zat tertentu.
·
Ilmu
kedokteran dikenal nama al-Razi dan ibn Sina. Al-Razi adalah tokoh pertama yang
membedakan antara penyakit cacar dengan measles. Dia juga orang pertama yang
menyusun buku mengenai kedokteran anak. Sesudahnya ilmu kedokteran berada di
tangan ibn Sina. Ibnu Sina yang juga seorang filosuf berhasil menemukan sistem
peredaran darah pada manusia. Diantara karyanya adalah al-Qanun fi al-Thibb
yang merupakan ensiklopedi kedokteran paling besar dalam sejarah.
·
Bidang
optikal Abu Ali al-Hasan ibn al-Haitami, yang di Eropa dikenal dengan nama
al-Hazen. Dia terkenal sebagai orang yang menentang pendapat bahwa mata
mengirim cahaya ke benda yang dilihat. Menurut teorinya yang kemudian terbukti
kebenarannya, bendalah yang mengirim cahaya ke mata.
·
Filsafat,
tokoh yang terkenal adalah al-Farabi, ibn Sina dan ibn Rusyd. Al-Farabi banyak
menulis buku tentang filsafat, logika, jiwa, kenegaraan, etika, dan
interpretasi terhadap filsafat Aristoteles. Ibn Sina juga banyak mengarang buku
tentang filsafat. Yang terkenal diantaranya ialah al-Syifa’. Ibn Rusyd yang di
Barat lebih dikenal dengan nama Averroes, banyak berpengaruh di Barat dalam
bidang filsafat, sehingga disana terdapat aliran yang disebut dengan
Averroisme.[7]
3.
Kemajuan Bidang
Kesenian
Kesenian
yang berkembang pada masa dulah bani abbasiyah ini adalah musik. Banyak risalah
musikal telah ditulis oleh tokoh dari sekolah Maragha, Nasiruddin Tusi dan
Qutubuddin asy-Syirazi, tetapi lebih banyak teoritikus besar pada waktu itu
adalah orang-orang Persia lainnya. Safiuddin adalah salah seorang penemu skala
paling sistematis yang disebut paling sempurna dari yang pernah ditemukan.
C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
a)
Para
Khalifah tetap dari keturunan Arab, sedang para menteri, panglima, Gubernur dan
para pegawai lainnya dipilih dari keturunan Persia dan mawali .
b)
Kota Baghdad
digunakan sebagai ibu kota negara, yang menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi
sosial dan kebudayaan.
c)
Ilmu
pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat penting dan mulia.
Kebebasan berfikir sebagai HAM diakui sepenuhnya .
Kebebasan berfikir sebagai HAM diakui sepenuhnya .
d)
Para menteri
turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya.
e)
Stabilitas
ekonomi dan politik pada masa pemerintahan Daulah Bani Abbasiyah.
f)
Banyak
cendekiawan yang diangkat menjadi pegawai pemerintah dan istana, di samping
menjadi wazir mereka juga menjadi pendidik anak-anak khalifah.
BAB III
KESIMPULAN
Daulah Abbasiyah merupakan lanjutan
dari pemerintahan Daulah Umayyah.
Dinamakan Daulah Abbasiyah karena para pendirinya adalah keturunan Abbas, paman Nabi. Daulah Abbasiyah didirikan oleh Abdullah as-Safah. Kekuasaannya berlansung dari tahun 750-1258 M. Di dalam Daulah Bani Abbasiyah terdapat ciri-ciri yang menonjol yang tidak terdapat di zaman bani Umayyah, antara lain :
Dinamakan Daulah Abbasiyah karena para pendirinya adalah keturunan Abbas, paman Nabi. Daulah Abbasiyah didirikan oleh Abdullah as-Safah. Kekuasaannya berlansung dari tahun 750-1258 M. Di dalam Daulah Bani Abbasiyah terdapat ciri-ciri yang menonjol yang tidak terdapat di zaman bani Umayyah, antara lain :
1.
Dengan
berpindahnya ibu kota ke Baghdad, pemerintahan Bani Abbas menjadi jauh dari pengaruh
Arab. Sedangkan Dinasti Bani Umayyah sangat berorientasi kepada Arab.
2.
Ketentaraan
profesional baru terbentuk pada masa pemerintahan Bani Abbas.
Sebelumnya belum ada tentara Khusus yang profesional.
Sebelumnya belum ada tentara Khusus yang profesional.
3.
Para ilmuwan
yang lahir dari peradaban abbasiyah adalah para ilmuwan yang sangat dikenal di
berbagai pelosok dunia. Buku-buku karya mereka juga menjadi acuan utama bagi
para ilmuwan lainnya, baik di Barat maupun di Timur.
Bidang Astronomi: Al-Fazari, Al- Fargani (Al-Faragnus), Jabir Batany, Musa bin Syakir, dan Abu Ja’far Muhammad.
Bidang Astronomi: Al-Fazari, Al- Fargani (Al-Faragnus), Jabir Batany, Musa bin Syakir, dan Abu Ja’far Muhammad.
·
Bidang
Kedokteran: Ibnu Sina (Avicenna), Ibnu Masiwaihi, Ibnu Sahal, Ali bin Abbas,
Al-Razi, Ibn Rusyd, dan Al-Zahawi.
·
Bidang
Optika: Abu Ali al-Hasan ibn al-Haythani (al-Hazen).
·
Bidang
Kimia: Jabir ibn Hayyan dan Ibn Baitar.
·
Bidang
Matematika: Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi, Tsabit ibn Qurrah al-Hirany, dan
Musa bin Syakir.
·
Bidang Sejarah:
Al-Mas’udi dan Ibn Sa’ad.
·
Bidang
Filsafat: Al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Rusyd, dan Musa bin Syakir.
·
Bidang
Tafsir: Ibn Jarir ath Tabary, Ibn Athiyah al-Andalusy, Abu Bakar Asam, dan Ibn
Jaru al-Asady.
DAFTAR PUSTAKA
Fu’adi,
Imam. 2011 . Sejarah Peradaban Islam
. Yogyakarta : Teras
Malik,
Maman A. . 2005. Sejarah Kebudayaan Islam
. Yogyakarta : Pokja Akademik
Rofiq,
Choirul. 2009 . Sejarah Peradaban Islam
. Ponorogo : STAIN Ponorogo Press
[1] Imam fu’adi, sejarah peradaban islam, (yogyakarta : teras, 2011) hlm.
105
[2] ibid, hlm. 111
[3] Maman A. malik dkk, sejarah kebudayaan islam , (yogyakarta : pokja
akademik, 2005) hlm. 113
[4] Choirul rofiq, sejarah peradaban islam, (yogyakarta : nadi offset,
2009) hlm. 151.
[5] Maman A. malik dkk, sejarah kebudayaan islam , (yogyakarta : pokja
akademik, 2005) hlm. 124
[6] Maman A. malik dkk, sejarah kebudayaan islam , (yogyakarta : pokja
akademik, 2005) hlm. 128
0 komentar:
Posting Komentar